Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang Menyentuh

Udara kian dingin, tapi suasana menghangat

Delapan tahun berturut-turut, pertunjukan jazz tertinggi di Indonesia, Jazz Gunung, aku lewatkan. Entah karena waktunya yang tak tepat, atau malah dananya yang terbatas. Padahal, menurut pengunjung yang rutin datang, perhelatan musik berkelas ini begitu sayang dilewatkan begitu saja. Performer, ambience, tata panggung, dan penonton yang berasal dari beragam latar belakang menjadi alasan mengapa penyuka musik dan pecinta alam harus rela datang dari jauh, berbaur bersama dalam satu ruang terbuka, untuk menikmatinya.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDN Times.com

Dengan tabungan terbatas, awal Agustus, kuputuskan membeli tiket pesawat dari Jakarta menuju Surabaya. Kupilih dengan harga yang paling murah, penerbangan 18 Agustus, dinihari. Subuh-subuh, burung besi itu membawaku terbang dari barat Jawa menuju timur. Sampai di Bandara Internasional Juanda Surabaya, tim Jazz Gunung menjemput.

Baca Juga: Kamu Bukan Penikmat Jazz Sejati Kalau Belum Pernah Dengar Band yang Satu Ini!

Kami meluncur ke lokasi, yakni di Sukapura, Probolinggo, tengah hari.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDN Times.com

Shuttle bus langsung mengangkut menuju desa di kawasan Bromo itu. Setibanya di tempat, matahari sudah meredup dan hari hampir sore. Seremoni pembukaan Jazz Gunung pun telah dilakukan.

Aku bergegas menuju venue, setelah sebelumnya melakukan registrasi. Bendera merah-putih diberikan panitia kepada tiap penonton. Tentu maksudnya sebagai simbol untuk memperingati Hari Kemerdekaan. Menyesuaikan pula dengan tema Jazz Gunung kala itu, yakni “Merdekanya Jazz Meneguhkan Indonesia”.

Penyelenggara lantas dengan ramah menuntun menuju depan panggung, di amphitheater Jiwa Jawa Bromo. Pertama kali menjejakkan kaki di panggung, aku dibikin ternganga.

Di depan sana, panggung bernuansa alam dengan hiasan bambu berbentuk setengah kerucut berdesain artsy bercokol.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDN Times.com

Di belakangnya, hamparan pepohonan hijau menyapa, menjadi latar alami yang harmonis. Bukit-bukit berbaris juga menjadi amatan di sebelah kanan penonton.

Sore itu, berturut-turut, satu per satu performer tampil. Surabaya All Star, mula-mula menjadi pembuka yang gokil. Nuansa jazz yang kental dengan improvisasi semaunya menyajikan perkawinan musik yang asyik dari masing-masing alat. Spektakuler, itulah satu kata yang tepat, yang rasa-rasanya cukup mewakili pembukaan festival musik yang telah bertahan selama sembilan tahun itu.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDN Times.com

Berikutnya, penyanyi yang lekat dengan suara “effortless-nya”, Monita, melantunkan lagu-lagu dalam album Dandelion, diiringi kabut yang mulai turun dan matahari yang bergerak mundur. Petang hampir jatuh saat Monita melantunkan "Saat Teduh".

"Kurenungkan semua tanya di hening malam tak berbintang… Teringat seorang, sahabat setia, dia selalu berkata aku beserta…"

Lirih-lirih, penonton ikut hanyut dalam penampilan dara berambut panjang itu.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDN Times.com

Apalagi Gerald Situmorang semakin menghayati petikan-petikan senarnya. Udara makin dingin, namun suasana kian hangat. Angin tipis berembus, menembus kulit. Lampu-lampu di panggung menyala, menerangi pohon-pohon di sekitarnya yang remang akibat gelap.

Dewa Bujana memanaskan ruang terbuka yang mulai dingin. Penonton, yang mulai gelisah karena merasa beku, menempelkan tubuhnya ke samping kanan dan kiri. Atau iseng membeli pisang goreng khas Jiwa Jawa yang hangat.  Hari pertama Jazz Gunung berakhir, ditutup dengan penampilan Maliq and D'essentials yang memukau.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDN Times.com

Semua penonton ikut menghayati tiap lagu yang dinyanyikan. Terbawa untuk goyang, terbuai keromantisan malam, juga terayu dendangan yang harmonis. Jazz Gunung malam pertama benar-benar berhasil menorehkan kesan yang mendalam.

Di hari kedua, event jazz terbesar di Tanah Air itu makin pecah.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDN Times.com

Dari artis yang makin gokil, hingga kejutan-kejutan yang tak terkira. Masih ditemani hawa dingin, Dira Sugandi menjadi penampil di saat langit masih terang. Perkawinan vokalnya dengan Hanuraga Trio membawa penonton larut dalam jazz rasa Indonesia. Apalagi Dira kala itu membawakan lagu-lagunya di album Indonesia Volume 1 yang berisi lagu-lagu daerah. Manuk Dadali lantas menjadi penutup yang spektakuler.

Penampil selanjutnya, Soimah featuring Ring of Fire besutan Djaduk Ferianto, membakar panggung dengan lagu-lagu yang pecah. Aransemen yang tak umum, cerdas, dan menimbulkan kekaguman mampu menghipnotis penonton.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDNTimes.com

Apalagi disambut Glenn Fredly dengan suaranya yang membikin hati meleleh. Hari kedua Jazz Gunung rasanya makin sempurna. Plus, ditambah pemberian penghargaan untuk musikus jazz Indonesia, Jack Lesmana, yang kala itu diterima Indra Lesmana, diberikan langsung oleh para founder Jazz Gunung, yakni Djaduk Ferianto, Butet Kertaradjasa, dan Sigit Pramono.

 Nikmati Jazz Gunung, Harmonisasi Musik dan Alam yang MenyentuhFrancisca Christy Rosana/IDNTimes.com

Pengalaman menonton Jazz Gunung adalah sebuah memoar yang akan dikenang sepanjang masa. Sebab di sana, aku menyaksikan kesahajaan alam berpadu dengan alunan musik yang paling jujur, membangun sebuah puisi kehidupan yang paling merdu.

Yang wajib disiapkan saat hendak nonton Jazz Gunung kesepuluh mendatang.

1.  Jazz Gunung ke-10 tahun depan akan digelar 3 hari dan tiket sudah dibuka sejak sekarang. Kira-kira bakal digelar pada akhir Juli. Jadi, yang mau menonton wajib membeli tiketnya dari sekarang.

2.  Suhu di Bromo saat bulan Juli-Agustus berada di titik terendah. Sebaiknya membawa jaket tebal, tetapi jangan yang terlalu ribet.

3.  Selain nonton jazz, kamu juga sebaiknya berjalan-jalan di sekitar lokasi perdesaan untuk mengenal kehidupan masyarakat sekitar. Sebab mereka punya budaya yang unik, yang berbeda dengan masyarakat di daerah lain.

4. Jangan lupa membawa kamera yang mumpuni karena view-nya amat bagus. Sayang kalau tak dimanfaatkan untuk berfoto.

Baca Juga: Jazz Gunung Bromo Bakal Digelar Saat Suhu Terendah

Topik:

Berita Terkini Lainnya