Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan Bajo

Semua tampak natural dan apa adanya

Ada hal yang lebih penting saat traveling daripada sekadar menyaksikan lansekap yang menawan, yakni mengenal kehidupan asli warga lokal. Salah satu caranya adalah terjun menyambangi pasar tradisional.

Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan BajoIDN Times/Chicha

Di tempat yang menjadi penanda permulaan aktivitas sebuah kota ini, segala lapisan kelompok masyarakat berkumpul. Mulai akar rumput hingga pejabat kelas teras. Semua seakan melepaskan atribut beserta status sosialnya.

1. Di pasar tradisional, dialog demi dialog terjadi secara alami

Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan BajoIDN Times/Chicha

Sapa-menyapa antar-pedagang dilontarkan dengan bahasa setempat. Sebuah cerminan masyarakat yang orisinal tampak jelas: dari cara mereka bertegur sapa. Juga cara mereka    merespons lingkungannya.

Sering kali, candaan terceletuk. Sebuah kelakar kedaerahaan yang tak dimengerti orang asing menjadi keasyikan sendiri untuk dinikmati.

Itulah yang membuat saya selalu gencar memburu pasar setiap kali melancong ke luar kota atau luar pulau. Begitu juga saat menyambangi Labuan Bajo, kota yang namanya belakangan naik daun lantaran masuk jajaran spot snorkeling terbaik dunia, mengungguli Kepulauan Galapagos di Amerika Serikat.  

2. Ada banyak pasar di kota yang unggul dengan pelabuhannya itu

Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan BajoIDN Times/Chicha

Pasar ikan terletak di dekat pelabuhan, sedangkan pasar sayur berlokasi di tengah kota, di atas bukit. Saya memilih menuju pasar sayur. Namanya Pasar Wae Kesambi. Lokasinya tak jauh-jauh amat dari Goa Batu Cermin.

Kabarnya, kondisi pasar di sana lebih ramai dengan penjual yang berasal dari beragam latar belakang. Artinya, Pasar Wae Kesambi lebih heterogen.

Sedangkan pasar ikan yang berlokasi di samping Pantai Kampung Ujung lebih homogen. Hampir semua penjual yang menjajakan ikan berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat, atau berasal dari kelompok suku Bajo dan Bugis.

3. Denyut Pasar Wae Kesambi baru dimulai pukul 07.30 

Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan BajoIDN Times/Chicha

Tentu berbeda dengan kebiasaan pasar di hampir seluruh wilayah di Pulau Jawa yang memulai aktivitasnya selepas subuh. Hal ini menjadi pertanyaan pertama saya sewaktu sampai di Pasar Wae Kesambi.

Setelah masuk dan mengobrol dengan beberapa pedagang, baru jawaban itu saya dapatkan. Ini Flores. Mayoritas masyarakatnya menganut agama Katolik. Mereka punya kebiasaan memulai hari dengan ibadah harian atau misa pagi.

Ibadah dimulai pukul 05.00 dan kelar pukul 06.00. Setelah itu, mereka baru bersiap menjalankan aktivitasnya.

Sementara itu, pendatang, yang umumnya berasal dari Bima, Makassar, dan daerah lain berangsur-angsur mengikuti kebiasaan tersebut. Seperti kata pepatah, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Baca Juga: Gokil, Ini Kisah Liburan Backpacker ke Labuan Bajo Selama 10 Hari!

4. Labuan Bajo punya wajah beragam dan multikultur

Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan BajoIDN Times/Chicha

Barangkali karena Labuan Bajo adalah kota pelabuhan dan menjadi tempat persinggahan bagi siapa pun yang berlayar. Banyak pedagang dari beragam daerah yang akhirnya menikah dengan penduduk lokal, dan menetap di sana. Di situlah terjadi akulturasi budaya.

5. Akulturasi ini terasa kental di Pasar Wae Kesambi

Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan BajoIDN Times/Chicha

Orang-orang berbicara dengan bahasa Manggarai Barat dengan logat Bugis atau Bima. Ragam variasi dialek lantas terdengar seperti lagu-lagu yang kaya irama dengan intonasi naik-turun.

Hal itu juga berpengaruh terhadap produk kuliner masyarakat setempat. Daripada makanan khas Flores, seperti penganan olahan jagung, makanan khas Bugis lebih banyak dijumpai.

Misalnya seperti kue bapalaya yang terbuat dari gandum dan wijen. Ada pula kue jintan atau jinten, serupa bagelan tapi lebih kecil dan empuk.

6. Makin masuk ke pasar, saya makin mengerti mengapa kota ini dikenal sangat toleran

Pasar Wae Kesambi, Tempat Mengenal Kehidupan Asli Masyarakat Labuan BajoIDN Times/Chicha

Meski masyarakatnya berasal dari beragam latar belakang, mereka tampak rukun berdampingan. Tak terjadi gesekan, meski masing-masing punya adat dan cara hidup yang kuat. 

Gimana, makin tertarik kan mengenal masyarakat lokal asli Indonesia beserta kearifan lokalnya? Yuk, menjelalajah!

Baca Juga: 8 Hotel Mewah di Labuan Bajo yang Harganya Kurang dari Rp 1 Juta

Topik:

Berita Terkini Lainnya